UJIAN, COBAAN DAN AZAB

Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan. Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 35

Bencana datang beruntun! Sebagian kawan bilang ini adalah ujian dari Allah. Sebagian lagi mengatakan bahwa ini adalah cobaan. Dan sebagian lainya mengatakan ini adalah azab alias siksa. Manakah yang benar? Kita sedang diuji oleh Allah, atau sedang dicobai ataukah sedang disiksa. Masing-masing memberikan konsekuensi yang berbeda...

Kata kawan saya, ujian berbeda dengan cobaan, berbeda pula dengan azab. Ujian, katanya, adalah suatu masalah yang diberikan kepada kita untuk mengetahui seberapa tinggi kualitas kita. Jika lulus ujian, berarti kualitas kita meningkat. Naik kelas.

Cobaan, ia menjelaskan, hampir sama dengan ujian. Akan tetapi memiliki konotasi yang agak berbeda. Jika ujian menjurus pada kenaikan tingkat, maka cobaan terkesan hanya mencoba apakah kita bisa bertahan.

Sedangkan azab alias siksaan, katanya lagi, memiliki konotasi yang negatif. Masalah diberikan kepada seseorang disebabkan ia telah melakukan kesalahan atau kejahatan. Besar kecilnya azab bergantung kepada besar kecilnya kesalahan yang diperbuat.

Lantas bagaimanakah Al Qur’an menjelaskan tentang bencana yang yang menimpa manusia? Al Qur’an memiliki beberapa istilah berkait dengan bencana atau musibah yang menimpa seseorang atau suatu komunitas manusia.

Ada yang disebut fitnah. Ada yang disebut balak. Ada yang diistilahkan rijza. Dan ada yang kita kenal sebagai adzab. Makna istilah-istilah itu bisa kita pahami ketika kita mengutip ayat-ayat yang bersangkutan dengan kata tersebut.

Maka, agar kita bisa memperoleh nuansa makna katanya, sebaiknya saya kutipkan ayat-ayat yang berkait dengan kata-kata tersebut. Membaca beberapa ayat saja, kita sudah akan bisa merasakan maknanya.

1. FITNAH
Kata 'fitnah' dalam konteks yang akan kita bicarakan ini mungkin agak berbeda dengan yang kita pahami selama ini. Yang terbayang di benak kita pada saat mendengar kata 'fitnah' adalah sebuah informasi bohong yang menyudutkan seseorang. Misalnya, si A difitnah oleh si B. Maksudnya, si B menyebarkan berita bohong yang menyudutkan si A. Yang demikian ini diceritakan di dalam Al Qur’an di antaranya ayat berikut ini. Allah mengecam 'fitnah' sebagai sebuah kejahatan yang lebih kejam dari pada membunuh.

QS. Al Baqoroh (2) : 191
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.

Akan tetapi dalam konteks yang akan kita bahas ini, makna fitnah adalah cobaan atau ujian. Banyak ayat Qur'an yang menggunakan kata 'fitnah' dengan maksud tersebut. Misalnya beberapa di bawah ini.

QS. Al Anfaal (8) : 28
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai Fitnah (cobaan, ujian) dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Ayat di atas menjelaskan bahwa harta benda duniawi, anak-anak, dan segala yang kita miliki, sebenarnya diberikan Allah kepada kita sebagai 'alat uji' untuk mengetahui apakah kita terjebak oleh dunia ataukah lebih menyiapkan bekal untuk akhirat. Kata fitnah di sini bermakna cobaan atau ujian.

Ada nuansa, cobaan dan ujian itu diberikan dalam konotasi yang baik. Berupa anugerah kekayaan, anak-anak, kekuasaan dan sebagainya. Karena itu hati-hatilah. Banyak orang terjebak pada urusan dunia dan lupa mempersiapkan kehidupan akhirat. Allah mengingatkan, karena kebanyakan kita suka lupa jika memperoleh 'ujian enak'.

Ayat yang lain memberikan konotasi yang sedikit berbeda, yaitu ketika kita terlepas dari suatu bahaya. Biasanya, jika sedang dalam keadaan kritis dan bahaya, kita berdoa minta tolong kepada Allah. Akan tetapi setelah terlepas, kita menepuk dada sendiri sambil mengatakan bahwa yang terjadi itu adalah karena usaha kita sendiri.

Allah mengingatkan dengan menggunakan kata 'fitnah'. Bahwa Allah ingin menguji atau ngetes, apakah kita menjadi sombong dan bangga diri ataukah tidak. Lha asalnya kita ketakutan, minta tolong kepada Allah, kok setelah ditolong mengatakan itu karena usaha kita sendiri.

QS. Az Zumar (39) : 49
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah fitnah (cobaan, ujian), tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.

Penggunaan kata 'fitnah' dalam kaitannya dengan bencana terlihat pada ayat berikut ini. Ketika nabi Musa berdoa kepada Allah, sehubungan dengan bencana yang menimpa kaumnya pada waktu itu.
Nabi Musa digambarkan sempat gelisah karena Allah menurunkan bencana gempa Bumi. Beliau kemudian mengadu kepada Allah: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau telah membinasakan kami sebelum ini.

Artinya, nabi Musa berharap Allah tidak membinasakan umatnya lewat gempa itu. Apalagi penyebab turunnya gempa itu adalah perbuatan jahat orang-orang kafir. Yang disebutnya sebagai orang-orang yang 'kurang akal'. Maka, Musa memohon ampun kepada Allah, sambil berharap bahwa semua itu hanya cobaan untuk menguji ketaatan umatnya.

QS. Al A'raaf (7) : 155
Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang terbaik.

Ayat tersebut menarik, karena memberikan gambaran kepada kita hubungan antara bencana, perbuatan 'kurang akal', cobaan, dan taubat.

Bahwa bencana yang datang itu ternyata disebabkan oleh perbuatan ‘ngawur’ tak menggunakan akal secara baik. Dan, kemudian Allah menurunkan bencana sebagai cobaan untuk mengingatkan bahwa perbuatan ngawur itu mengundang masalah. Jika tidak digubris, bencana bakal datang lebih besar dan bakal menghancurkan. Maka nabi Musa mengajak umatnya untuk bertaubat kepada Allah.

Pemahaman itu menjadi semakin jelas dengan ayat berikut ini. Bahwa Allah memberikan cobaan untuk mengigatkan. jika mereka tetap berpaling alias tidak menggubris, Allah bakal memberikan adzab yang amat berat.

QS. Al Jin (72) : 17
Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat.

Jadi kata 'fitnah' dalam konteks ini bermakna menjajal sikap kita. Jika tidak menghiraukan bakal diteruskan. Jika bertaubat dihentikan. Juga bermakna menguji keimanan dan keislaman kita. Memilih dunia ataukah memilih akhirat. Memilih Allah ataukah selain Dia...

2. BALAK
Kata yang senada dengan fitnah yang terkait dengan bencana atau musibah adalah 'balak'. Jika 'fitnah' bisa bermakna ujian atau cobaan, maka balak pun bisa bermakna ujian dan cobaan. Kalau fitnah bisa berkonotasi positif dan negatif, maka balak pun punya konotasi positif dan negatif. Untuk jelasnya, cermati ayat berikut ini.

QS. Al A'raaf (7) : 141
Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu adalah (balak) cobaan yang besar dari Tuhanmu".

Kata balak digunakan untuk menggambarkan betapa kejamnya kejahatan yang dilakukan oleh Fir'aun dan pengikutnya kepada bani Israil. Bayi-bayi lelaki mereka dibunuhi hanya karena Fir'aun memperoleh informasi dari ahli nujumnya bahwa kekuasaannya kelak akan jatuh oleh seorang lelaki yang lahir dari bani Israil.

Maka, Allah menggunakan kata balaa-un min rrabbikum 'Adhiim - cobaan yang besar dari Tuhanmu. Artinya, Allah ingin menjelaskan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Fir'aun itu benar-benar keji dan menyengsarakan bani Israil. Akan tetapi, sekaligus Allah menginformasikan agar bani Israil bersabar, karena Allah selalu meliputi seluruh kejadian, termasuk peristiwa yang menyengsarakan mereka itu. Allah punya rencana tertentu.

Makna balak yang berkonotasi ujian yang berat juga tampak pada ayat berikut ini. Yaitu ketika Allah menguji nabi Ibrahim untuk mengorbankan anaknya, Ismail. Ujian itu sedemikian berat bagi Ibrahim sehingga disebut sebagai balak. Balaa-ul mubiin - ujian yang nyata.

QS. Ash Shaaffaat (37) : 104-107 - balak
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Sesungguhnya ini benar-benar suatu (balak) ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Namun ternyata, kata balak tidak selalu berkonotasi negatif. Allah juga menggunakan kata balak untuk makna positif. Hal itu tampak pada ayat berikut ini, yaitu balaa-an hasanan yang berarti 'kemenangan' alias 'ujian yang baik'.

QS. Al Anfaal (8) : 17
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Konotasi positif itu juga ditunjukkan dalam ayat berikut ini ketika Allah menceritakan kemenangan nabi Musa dan bani Israil terhadap Fir'aun. Allah mengatakan bahwa kepada bani Israil itu telah diberikan kenikmatan berupa berbagai mukjizat untuk mengalahkan Fir'aun. Balaa-un mubiin.

QS. Ad Dukhaan (44) : 33
Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata.

Jadi, selain kata fitnah yang bermakna ujian dan cobaan, Allah juga menggunakan kata 'balak' untuk menggambarkan ujian dan cobaan. Akan tetapi, penggunaan kata 'balak' lebih menunjukkan betapa beratnya cobaan dan ujian itu. Misalnya, pembunuhan bayi-bayi lelaki bani Israil. Atau, nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk mengorbankan anaknya.

Perbedaannya adalah dari sisi sudut pandangnya. Kalau kita merasakan cobaan itu sangat berat dan menyengsarakan, kita bisa menyebutnya sebagai ujian yang bersifat balak. Sebaliknya kalau itu sebuah kemenangan yang besar, kita juga bisa menyebutnya balak yang baik. Sedangkan fitnah, lebih menunjukkan kepada ujian yang bersifat lebih ringan. Allah menjajal kemampuan dan kualitas keislaman kita. Dengan cobaan baik, maupun cobaan buruk.

3. AZAB
Kata ke tiga yang sering digunakan untuk menggambarkan bencana adalah 'azab'. Berbeda dengan fitnah atau balak yang hampir sulit dibedakan, azab memiliki konotasi yang jelas, yang bersifat negatif. Yaitu bermakna siksa.

Ini bukan lagi ujian atau cobaan, melainkan balasan atas perbuatan jahat. Dan biasanya, kata azab ini digunakan untuk menggambarkan siksaan yang berat dan mengerikan. Seringkali dikaitkan dengan siksa neraka.

QS. Ali Imran (3) : 77
Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.

Selain berkait dengan siksa akhirat, kata azab digunakan oleh Allah untuk menggambarkan siksaan di dunia. Misalnya siksaan Fir'aun kepada bani Israil. Fir'aun dan pengikutnya mengazab bani Israil dengan azab yang sangat jahat. Menyiksa dan membunuhi anak-anak lelakinya.

QS. Al A'raaf (7) : 141
Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu".

Di ayat yang lain, Allah menggambarkan malaikat yang akan menghancurkan negeri Luth. Dua malaikat itu mampir ke rumah Ibrahim, dan memberitahukan informasi bahwa mereka ditugasi Allah untuk mengazab kaum Luth dengan hujan batu dari angkasa secara bertubi-tubi.

QS. Huud (11) : 76
Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak.

QS. Huud (11) : 82
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami jungkir balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,

Maka, kata azab memiliki arti yang sangat jelas, yaitu siksa yang pedih baik di dunia maupun di akhirat. Baik azab antar sesama manusia, maupun yang dikirimkan Allah untuk orang-orang yang kafir dan berbuat jahat...

QS. Al An'aam (6) : 65
Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami.








MENYIKAPI BENCANA

kecuali orang-orang yang sabar
(terhadap bencana), dan mengerjakan
amal-amal saleh; mereka itu beroleh
ampunan dan pahala yang besar.
QS. Huud (11) : 11

Bagaimanakah kita harus menyikapi bencana yang sedang menerpa. Apakah kita anggap sebagai cobaan dan ujian saja, sehingga kita tidak terbeban oleh penderitaan berkepanjangan? Atau, kita anggap itu sebagai gejala alam biasa yang memang bisa menerpa siapa pun di muka Bumi? Ataukah kita perlu introspeksi diri: jangan-jangan ini peringatan keras, atau bahkan azab?!

Semua bergantung kepada kita. Kepekaan kita dalam merasakan masalah. Dan juga, kemampuan melihat sisi positif hadirnya masalah tersebut. Sebab di setiap peristiwa selalu ada hikmah dan pelajaran. Bagi orang-orang yang ingin maju.

QS. Al Baqoroh (2) : 269
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang mendalam) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.

Bagi orang-orang yang menggunakan akalnya dan opened mind, mereka bakal bisa mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Nah, hikmah itu bakal menjadi pelajaran yang berharga untuk menghadapi masalah di masa depannya. Serta membangun kedekataan dengan Allah Sang Penguasa Kehidupan.

Demikian pula, dalam bencana selalu ada hikmah. Ada pelajaran. Hanya orang-orang yang lalai saja yang tidak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa dahsyat semacam itu.

Begitulah seharusnya kita menyikapi setiap bencana yang menimpa kita. Menimpa sahabat-sahabat kita. Atau mungkin sanak famili kita. Hikmah yang terkandung di dalam bencana itu selalu memuat beberapa pelajaran agar kita berintrospeksi, dan kemudian termotivasi untuk melangkah ke arah yang lebih baik dan produktif.

Memang kita selalu bertanya-tanya, kenapa ya kita terkena bencana dan musibah seperti ini. Dan selalu jawabnya tidak pernah tuntas. Padahal sebenarnya kita bisa berkaca kepada bencana-bencana yang telah terjadi, termasuk pada jaman para nabi. Bahwa bencana selalu memiliki pelajaran multidimensi. Tiga dimensi diantaranya adalah ujian, cobaan, dan azab.

Bagi orang-orang yang positive thingking, mereka akan selalu berpendapat bahwa semua ini adalah ujian dan cobaan. Ujian terhadap keimanan kita. Dan cobaan bagi kesabaran kita di dalam menerima musibah. Karena semua itu datangnya dari Allah. Tak ada yang kebetulan di alam semesta ini.

QS. Al Baqoroh (2) : 156
 (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji uun" (sesungguhnya semua berasal dari Allah dan bakal kembali kepadaNya).

Allah mengecam orang-orang yang tidak melibatkan Allah dalam setiap peristiwa. Memang, perbuatan kitalah yang menjadi pemicu terjadinya suatu peristiwa yang menimpa kita. Akan tetapi, yang menetapkan semua itu terjadi adalah Allah. Baik atau buruk, manfaat atau mudharat, semuanya Allah yang mengatur sesuai dengan kadar perbuatan kita masing-masing.

QS. An Nisaa' (4) : 78
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?

Begitulah salah satu sikap yang diajarkan Allah kepada kita dalam menghadapi bencana. Sikap positif yang mengarah kepada ketauhidan yang kokoh. Berserah diri kepada Allah, setelah melewati proses. Bukan pasrah diri, tanpa berusaha.

Yang ke dua, dalam menghadapi bencana itu Allah mengajari kita untuk bersabar. Allah sedang menguji kesabaran kita. Demikian pentingnya kesabaran ini, sampai-sampai Allah mengatakan belum akan masuk surga seseorang, sampai ia bisa membuktikan kesabarannya.

QS. Ali Imran (3) : 142
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.

Kesabaran itu bukan hanya di mulut. Melainkan dibuktikan dengan perbuatan. Dan bukan hanya orang-orang awam saja yang diuji, para nabi dan rasul pun diuji. Sejak jaman dahulu sampai nanti nnenjelang kiamat, Allah senantiasa menguji kesabaran kita dengan berbagai cobaan, musibah, dan bencana...

QS. Al Baqoroh (2) : 214
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Kapankah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

Demikian hebatnya cobaan dan ujian itu sampai-sampai para rasul dan orang-orang beriman berdoa dengan penuh harap kepada Allah untuk menolongnya. Dan kemudian, pertolongan itu selalu datang pada saat-saat yang kritis. Ketika kita sudah hampir-hampir tidak kuat menahan cobaan itu.

Point pentingnya adalah: di saat kita dicoba, kita mesti ingat kepada Allah dan hanya meminta pertolongan kepadaNya. Jangan kepada yang lain-lain. Apalagi malah menggugat. Allah selalu memberikan pelajaran dalam setiap kejadian. Selalu ada kemudahan di balik kesulitan. Selalu ada rahmat di balik bencana. Ya, orang-orang yang bisa mengambil pelajaran bakal memperoleh rahmat dan perrtolongan dari Allah sesudah bencana itu.

Orang-oramg yang tidak pernah ditimpa kesulitan hatinya bakal semakin keras. Dan kemudian angkuh serta sombong. Bencana di planet Bumi ini tersebar di mana-mana. Sebagaimana kita bahas di depan, Bumi adalah planet yang rawan bencana. Apalagi ditambah perbuatan manusia yang merusak lingkungan hidup dengan kadar semakin parah.

QS. Al Maaidah (5) : 71
Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun, maka mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

Begitulah manusia. Selalu berubah-ubah antara baik dan buruk, antara sabar dan amarah, antara taubat dan maksiat, antara merusak dan membangun kembali. Jangan sampai kita kebablasan ke jalan yang salah. Allah selalu mendampingi orang-orang yang berorientasi pada kebaikan. Dan menjalani hidup dalam kesabaran.

QS. Al Ankabuut (29) : 2
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

Selain cobaan dan ujian, bencana bisa bermakna azab dan siksa dari Allah. lni terjadi bagi mereka yang jelas-jelas menentang dan berbuat kejahatan. Hidupnya jauh dari Allah. Berbuat kerusakan dan kezaliman.

Misalnya yang terjadi pada kisah-kisah para rasul yang dizalimi oleh kaumnya. Dalam kisah-kisah itu memang selalu ada dua titik ekstrim yang digambarkan. Di satu sisi, kaum tersebut biasanya sudah keterlaluan, sehingga Allah mengutus rasulNya. Di sisi lain, Rasul bertugas menyampaikan amanat dari Allah, dan butuh perlindungan serta keamanan bagi tersampainya risalah itu.

Karena itu, ketika kaumnya semakin brutal, Allah lantas mengazab mereka dengan cara menghancurkannya. lni diperlukan untuk memberikan kepastian dan penegasan tersampaikannya risalah tersebut dalam masa kenabian sang Rasul. Tidak bisa tidak, risalah itu mesti terselesaikan dalam kurun waktu usia pembawanya. Sekaligus sebagai penegasan bahwa orang-orang yang menghalangi risalah, bakal mengalami kehancuran. Jika tidak bisa dengan nasehat, ya dengan bencana alam.

Kondisinya berbeda dengan kita dewasa ini. Di zaman kita, risalah kenabian Rasul Muhammad saw sudah selesai. Sudah tersampaikan. Sudah terkomunikasikan dengan sempurna.

Tidak sebagaimana zaman Rasul-Rasul sebelumnya yang menggunakan pendekatan mukjizat dan bencana, nabi Muhammad sukses nnenjalankan syiarnya dengan pendekatan akhlak dan strategi sosial politik yang manusiawi dan wajar. Dengan perjuangan mati-matian dan berdarah-darah.

Seakan-akan Allah -lewat perngorbanan beliau- memberikan petunjuk kepada kita, beginilah cara syiar yang harus dijalankan oleh umatnya dalam mengajak manusia membentuk tatanan dunia yang rahmatan lii alamin.

Manusia harus lebih menonjolkan usaha dan akalnya dalam kehidupan modern ini, yang disempurnakan dengan akhlak yang baik. Jika tidak, maka planet Bumi bakal mengalami kehancuran oleh perbuatan kita sendiri. Azablah yang bakal datang kepada kita.

Sebab, sebenarnya petunjuk sudah jelas. Bahwa siapa saja berbuat kebaikan, maka manfaatnya bakal kembali kepadanya. Sedangkan siapa saja berbuat kejahatan, maka bencananya juga akan kembali kepada dirinya sendiri. Bisa dibalas langsung sekarang, nanti sekian tahun lagi, atau pun dalam kehidupan akhirat. Semakin lama datangnya balasan itu, semakin besar dan berlipat ganda pula balasannya...

QS. Al Mukmin (40) : 40
Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa perhitungan.

Maka, bencana-bencana yang terjadi dewasa ini tidak bisa kita pastikan berdimensi tunggal sebagai azab, atau cobaan atau ujian. Selalu ada berbagai dimensi dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Ya ada cobaannya, ada ujiannya, dan ada azabnya. Itu bergantung kepada siapa penerimanya. Dan bagaimana menyikapinya.

Ini seiring dengan berbagai ayat yang diinformasikan Allah di dalam Al Qur’an. Bahwa orang-orang beriman pun suatu ketika dikenai bencana dan musibah. Tapi sifatnya adalah ujian dan cobaan. Allah ingin melihat bukti keimanan dan kesabaran kita. Jika kita bisa menyikapi dengan benar, dan mengembalikan semuanya kepada Allah, maka Allah akan memberikan pertolongan dan rahmat sesudah bencana tersebut. ‘Sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat’, begitu firmanNya. Maka luluslah ia dalam ujian dan cobaan itu.

Sebaliknya bagi orang-orang yang bergelimang dalam kejahatan dan kemaksiatan, bencana itu adalah siksa alias azab. Jika mereka sudah berlebihan mereka bakal dimusnahkan. Jika masih bisa diperbaiki, mereka bakal diberi kesempatan untuk bertaubat. Jika mereka jahat, tetapi lolos dari bencana, maka Allah sedang menyiapkan bencana yang lebih dahsyat untuknya...

QS. Maryam (19) : 84
maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.


DIATAS PERAHU RETAK

Peringatkanlah dengan Al Qur’an itu
agar masing-masing diri tidak dijerumuskan
ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri
QS. Al An'aam (6) : 70

Ibaratnya kita ini sedang berada di atas perahu retak. Ada 6 miliar manusia sedang berada di planet Bumi yang sedang limbung. Maka apakah yang harus kita perbuat? Kita cuek saja? Toh, yang merusak bumi ini bukan kita? Atau, sebaliknya, kita berusaha menggalang seluruh penduduk Bumi untuk peduli terhadap situasi ini, dan kemudian mencari solusi bersama-sama?

Konsekuensinya sangat jelas. Jika kita cuek, maka Bumi akan segera sampai pada ajalnya. Hutan-hutan bakal semakin parah kondisinya, kemudian musnah. Air bersih semakin berkurang debitnya, dan bakal lenyap di abad mendatang udara bersih semakin tercemari, dan kemudian kita jadi sulit bernafas. Lapisan ozon di bagian atas atmosfer bertambah luas kerusakannya, dan kemudian bumi kita semakin panas seiring dengan meningkatnya gas-gas rumah kaca. Penambangan 'liar' semakin menjadi-njadi, sehingga merusak struktur kerak Bumi...

Dan akhirnya, akumulasi dari semua itu, terjadilah banjir bandang di mana-mana, angin ribut dengan suhu semakin ekstrim, gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi semakin sering terjadi. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Sebaliknya, jika kita peduli dan menggalang seluruh penduduk Bumi untuk mencari solusi atas masalah ini, maka Bumi kita bakal selamat. Hutan-hutan dihijaukan kembali, sumber-sumber air bersih bermunculan di sana-sini, udara segar mengalir di mana-mana, kerusakan struktur bumi bisa diminimalkan kembali agar lebih seimbang. Dan akhirnya, manusia memperoleh habitatnya kembali: Bumi yang indah, damai dan sejahtera...

QS. Qaaf (50) : 7
Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata

Jadi, datangnya semua bencana itu disebabkan oleh perbuatan kolektif umat manusia. Dan akibatnya bakat diterima oleh manusia secara kolektif puta. Kita ini bagaikan berada di sebuah perahu retak yang sedang berlayar di tengah lautan, di sela-sela hantaman gelombang. Kalau perahu ini tenggelam, maka tenggelamlah semua penumpangnya.

Bukan waktunya lagi meributkan siapa yang menyebabkan perahu ini retak dan bocor-bocor seperti ini. Karena, sungguh perahu ini bakal segera tenggelam jika tidak cepat-cepat diselamatkan.

Yang harus kita lakukan adalah segera membangun kesadaran bersama bahwa perahu bakal segera tenggelam. Maka orang yang bersalah dan orang yang merasa dirinya benar, bakal sama-sama tenggelam. Kini waktunya untuk berbuat mengatasi masalah ini bersama. Demi kepentingan semua.

Nah sambil jalan, kita perbaiki sistem pengelolaan Bumi lewat kepahaman bersama. Bahwa kemudian, yang kemarin merusak lingkungan harus dibikin jera, ya sudah seharusnya begitu. Jika tidak, nanti bakat muncul masalah yang sama lagi.

Begitutah al Qur'an mengajari kita untuk amar ma'ruf nahi munkar. Mengajak pada kebaikan dan menyelesaikan masalah, serta mencegah perbuatan jahat yang merusak kepentingan bersama.

QS. Ali Imran (3) : 104
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

QS. Al Anfaal (8) : 73
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.

Maka setiap kita, memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga lingkungan hidup. Jika ada yang berbuat kerusakan, dia memang bakal memperoleh azab dan siksa, tetapi kita yang nggak ikut berbuat jadi ikut-ikutan kena getahnya. Jadi korban bencana. Bahkan termasuk anak-anak tak berdosa.

Memang begitulah cara kerja alam. Sunnatullah. Meskipun, tentu saja Allah akan memperhitungkan dan memperlakukan secara berbeda, antara pelaku kerusakan dengan korban perusakan. Antara orang tak berdosa dengan orang yang berdosa.

Akan tetapi, begitu bencana datang, bencana itu tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja. Melainkan seluruhnya. Orang-orang yang tidak ikut berbuat, tetapi tidak mampu atau bahkan tidak mau mencegah perbuatan zalim, ia akan terkena akibatnya. Maka, marilah kita tetap berpegang teguh kepada Allah, dan bersabar. Karena Allah menyukai orang-orang yang bersabar.

QS. Al Anfaal (8) : 25
Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

QS. Ali Imran (3) : 146
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar.


MUDAH-MUDAHAN SEGERA SADAR

Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan,
tetapi mereka tidak sadar.
QS. Al Baqoroh (2) : 12

Kunci penyelesaian berbagai bencana yang terus mendera kita ini cuma satu: segera sadar! Kesadaran bahwa kita telah melakukan kesalahan. Kemudian berlanjut dengan taubat. Yaitu, tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Hanya orang-orang bodohlah yang melakukan kesalahan yang sama berulangkali. Orang buta saja tidak terperosok berulang kali di lubang yang sama...

Segala yang telah kita bahas di depan telah menunjukkan kepada kita bahwa segala bencana ini tidak terlepas dari perbuatan kita sendiri.

QS. Ar Ruum (30) : 41
Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Begitulah Allah mengingatkan. Semua itu karena perbuatan tangan manusia. Supaya Allah menunjukkan kepada kita, begitulah akibatnya kalau kita melakukan kerusakan dan kejahatan. Supaya kita segera kembali ke jalan yang benar. Supaya sadar.

Memang sih, planet Bumi menyimpan potensi bencana yang sangat besar, tetapi datangnya bencana itu ternyata bisa 'memilih' tempat dan korbannya. Sesuai kehendak Allah Sang Penguasa alam semesta. Dialah yang berkehendak menjadikan bencana itu sebagai ujian, cobaan, peringatan, atau pun azab yang menghancurkan. Terserah kepadaNya. Semuanya berjalan sesuai dengan Sunnatullah. Yang terkait dengan perbuatan kita...

QS. Asy Syu'araa' (26) : 208-209
Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan;

untuk menjadi peringatan. Dan Kami sekali-kali tidak berlaku zalim.

Ayat di atas memberikan informasi kepada kita tentang dua hal. Yang pertama, Allah tidak menimpakan bencana yang menghancurkan suatu negeri, kecuali Dia sudah memberikan peringatan kepada penduduknya. Diajak berbuat baik, tidak mau. Dilarang berbuat kerusakan, malah melakukan dengan sewenang-wenang. Jika itu yang terjadi, Allah bakal mengirimkan bencana yang membinasakan.

Yang ke dua, bencana itu berfungsi sebagai peringatan, agar kita segera bertaubat. Jika tidak segera bertaubat, bencana yang akan datang bakal lebih besar lagi. Kemudian, Allah menambahkan: "Dan kami sekali-kali tidak berlaku zalim (tidak semena-mena)". Allah pun menurunkan azabNya.

QS. Asy Syu'araa' (26) : 173
Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat buruklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.

Semua itu karena Allah menyayangi kita. lngin memberi petunjuk kepada kita bahwa hukum alam ini demikian adanya. Barangsiapa merusak dia akan menuai derita. Barangsiapa membangun dia akan menuai bahagia. Tinggal pilih saja. Allah memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada umat manusia. Dia telah memberikan kepercayaan dan kekuasaan kepada manusia untuk menjadi pengelola Bumi. Khalifatu fil Ardhi...

Bahwa kemudian kita merusak sendiri tempat hidup kita. Maka, kita jugalah yang merasakan hasilnya. Atau sebaliknya, kita menjadi orang yang bijak, dan mengelola planet Bumi ini dengan baik, maka kita juga yang bakal sejahtera.

QS. Al An'aam (6) : 104
Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran) maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (dari kebenaran), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara (mu).

Begitulah firman Allah lewat nabi Muhammad saw. Bahwa tanggungjawab sepenuhnya ada di tangan kita. Bahkan beliau pun tidak bertanggungjawab atas perbuatan kita. Semuanya kembali kepada masing-masing. Kalau pun kita nekat mengambil risiko tersebut, kata Allah: "biarkan saja, dia nanti bakal menerima akibatnya."

QS. An Nahl (16) : 55
biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senanglah kamu (untuk sementara waktu). Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya).

Boleh saja kita bermain kata dan membela diri bahwa kita tidak berbuat kerusakan. Bahkan kita sedang berbuat untuk kemaslahatan orang banyak. Akan tetapi, kerusakan tetap saja kerusakan. Tidak bisa ditutup-tutupi. Sunnatullah 'berbicara' apa adanya.

QS. Al Baqoroh (2) : 11-12
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."

Ingatlah, sesungguhnya mereka itu orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tak sadar.

Maka, balasan yang baik hanya bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. Banyak beramal saleh bagi sekitarnya. Beriman hanya kepada Allah. Merekalah yang bakal merasakan kebahagiaan sejati, di dunia maupun di akhirat.

QS. Ar Ra'd (13) : 29
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.

Allah bakal meneguhkan orang-orang yang baik. Mereka yang menegakkan shalat agar manusia tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Yang membudayakan zakat agar manusia saling tolong menolong untuk menciptakan kesejahteraan dalam keadilan. Yang mengajak manusia melakukan berbagai kebajikan dan mencegah perbuatan munkar. Yang selalu ingat kepada Allah dalam menjalani kehidupannya. Karena ia tahu bahwa segala perilakunya bakal membawanya kepada kebahagiaan sejati, atau sebaliknya malah mengantarkannya untuk MENUAI BENCANA ... !!

QS. Al Hajj (22) : 41
 (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan...

wallahu a'lam bishshawab

Tiada ulasan:

Catat Ulasan